Suwarsih Djojopuspito adalah seorang penulis Indonesia dari suku Sunda yang menulis novel dalam 3 bahasa, yaitu bahasa Sunda, bahasa Belanda, dan bahasa Indonesia.
Latar Belakang dan Pendidikan
Suwarsih lahir pada 20 April 1912 di Cibatok, Bogor dan memiliki nama kecil Tjitjih. Ia berasal dari keluarga yang sederhana. Ayahnya, Raden Bagoes Noersaid Djajasapoetra, berasal dari Cirebon. Walaupun buta huruf namun ayahnya mampu menjadi dalang wayang kulit dalam 3 bahasa (Jawa, Sunda, dan Indonesia).
Ia dan kakak perempuannya, Nining, sama-sama bersekolah di Kartini School yang didirikan oleh Van Devanter di Bogor. Sekolah tersebut merupakan Sekolah Dasar selama tujuh tahun khusus perempuan dan setingkat dengan HIS. Suwarsih bersekolah di sana selama 1919-1926. Ia kemudian meneruskan dengan beasiswa ke MULO, Sekolah Menengah Pertama di zaman Belanda, pada 1926-1929 di Bogor. Setelah itu, ia juga mendapatkan beasiswa penuh berupa pembayaran uang sekolah dan penyediaan asrama untuk bersekolah di Europeesche Kweekschool di Surabaya pada 1929-1932. Europeesche Kweekschool merupakan sekolah guru Belanda saat itu. Ketika Suwarsih bersekolah di sana, hanya ada 2 orang pribumi dari 28 murid.
Biografi
Masa Kebangkitan Nasional (1928-1942)
Setelah lulus pada tahun 1932, Suwarsih pindah ke Purwakarta dan mendapat kesempatan menjadi guru di sana. Setahun setelahnya, ia menikah dengan Sugondo Djojopuspito di Cibadak dan pindah ke Bandung. Di sana, Suwarsih menjadi guru di Perguruan Tamansiswa Bandung, di mana Sugondo menjadi kepala sekolahnya. Meskipun memiliki ijazah sebagai guru sekolah Belanda dan memiliki kesempatan untuk mengajar di sekolah Belanda namun ia lebih memilih bekerja di perguruan pribumi. Ia juga aktif dalam Perkoempoelan Perempoean Soenda sebagai anggota. Kakaknya, yang bernama Suwarni, menikah dengan A.K.Pringgodigdo.
Pada 1934, suami Suwarsih terkena larangan mengajar (Onderwijs Verbod) oleh Pemerintah Hindia Belanda di bawah pimpinan Gubernur General Bonifacius Cornelis de Jonge. Namun kemudian sicbo pada 1935 larangan ini dicabut oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun yang sama, Suwarsih mendirikan sekolah Loka Siswa, namun sekolah tersebut terpaksa harus ditutup karena tidak ada murid. Ketika suaminya diterima bekerja sebagai guru di Tamansiswa Semarang pada 1936, Suwarsih pun ikut pindah ke kota tersebut dan bekerja di sekolah Drs. Sigit. Kemudian pada tahun 1938, ia pindah ke Bandung dan mengajar di Pergoeroean Soenda.
Masa Pendudukan Jepang (1943-1945)
Pada zaman pendudukan Pemerintah Dai Nippon hampir semua bangsa Indonesia bekerja di Pemerintah Dai Nippon, dia bekerja sebagai guru pada Sekolah Dasar Dai-ichi Menteng, dan juga pindah rumah ke Jl. Serang (sekarang Jl. Samsurijal) titipan orang Belanda yang pulang ke Eropa akibat penjajahan Jepang.
Masa Revolusi Fisik (1945-1949)
Pada masa revolusi fisik berhubung berpindah-pindah tempat tinggal dari Jakarta, Cirebon, Purworejo, dan Yogyakarta, maka tidak sempat menulis novel, karena mengikuti suami yang Anggota BP-KNIP [4] di Jakarta dan Purworejo. Tahun 1948 menetap di Yogyakarta ikut suami Sugondo Djojopuspito ketika BP-KNIP pindah ke Yogyakarta, kemudian suaminya diangkat menjadi Menteri Pembangunan Masyarkat pada Kabinet dr. Abdul Halim pada tahun 1949
Masa Kemerdekaan setelah RIS (setelah 1950)
Awalnya pada tahun 1951 ia menjadi guru SGKP Lempuyangan Yogyakarta, kemudian berhenti menjadi guru tahun 1953 setelah ke Amsterdam, karena mendapat undangan dari Pemerintah Kerajaan Belanda untuk tinggal di Amsterdam selama 6 bulan atas biaya Pemerintah Kerajaan Belanda (tinggal di rumah kontrakan bilangan Kijzerkracht).
Ketika kembali ke Indonesia, ia mulai kegiatan menulis atau menterjemahkan buku-buku (dari bahasa Prancis, Belanda, Jerman, maupun Inggris karena mahir berbahasa tersebut), yaitu untuk menambah keuangan keluarga (pensiun suami sebagai bekas Menteri sangat kecil). Banyak novel ditulis pada masa ini.